Mantra Ketujuh Bagi Penulis Pemula, Mengatasi Writer’s Block


Judul                : Mantra Ketujuh Bagi Penulis Pemula, Mengatasi Writer’s Block

Resume Ke      : 7

Gelombang      : 28

Tanggal            : 23 Januari 2023

Tema                : Mengatasi Writer’s Block

Narasumber     : Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.

Moderator        : Raliyanti, S.Sos., M.Pd.

 


Kerlap-kerlip lampu rumah-rumah di sekitar gunung Panderman terlihat sangat indah bagaikan bintang-bintang di langit. Hembusan angin malam di Kota Batu yang tak terlalu dingin semakin menambah suasana syahdu diiringi suara jangkrik dari perkebunan apel yang ada di sekitar villa. Lampu kendaraan yang melewati jalan berkelok seperti kunang-kunang yang sedang terbang gembira.

Damar Jagat sejatinya sangat bergembira di malam ini karena bisa menikmati malam yang indah di villa bersama teman-teman guru lainnya untuk mengikuti diklat kepenulisan. Namun, ada hal yang mengusik hatinya perihal penulisan liputan kegiatan yang telah dilakukan tadi siang.



Ia pun berniat untuk menulis liputan itu di teras villa sambil melihat indahnya pemandangan malam di Kota Batu, Malang. Kopi dan singkong ia siapkan untuk menemani jari-jemarinya menulis di laptop. Namun setiap kali ia menulis satu kalimat tentang liputan kegiatan, ia merasa kalimat itu tidak sesuai dengan hatinya. Ia pun menghapus kalimat tersebut. Alhasil, layar laptop damar masih putih polos meskipun kopi yang ada di meja teras telah habis.

“Payah sekali, tak ada bayangan yang terlintas di otakku untuk menuliskan liputan kegiatan” ucap Damar dalam hati.

Ia pun masuk ke dapur untuk membuat kopi lagi. Bersamaan dengan itu, ternyata di dapur juga ada Bu Raliyanti yang sedang mengaduk Cappucino.

“ Wah, Bu Rara juga suka cappucino?” tanya Damar yang sedang mengaduk kopi hitam

“ Iya, Pak. Saya kurang suka kalau minum kopi hitam, efeknya terlalu kuat sehingga membuat mata susah tidur” ucap Bu Rara.

Selesai membuat kopi, Damar pun kembali ke teras yang ternyata di sana juga ada beberapa teman-teman Damar seperti Pak Teguh, Pak Agung, Pak Ahmad dan Pak Edmu yang sedang membuat tulisan tentang liputan kegiatan diklat.

Damar pun mulai mengetikkan kata demi kata, lalu ia menghapusnya karena merasa tulisannya kurang bagus.

“Pak Damar, kenapa tulisannya kok dihapus lagi?” tanya Bu Rara.

“ Tulisannya jelek, Bu! “ jawab damar sambil melihat layar putih laptopnya.

“ Sepertinya Pak Damar sedang terkena writer’s block “ ucap Bu Rara yang memperhatikan Damar.

“Maksudnya bagaimana Bu Rara?” tanya Damar penasaran.

“ Writer’s block itu kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis, tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika” jawab Bu Rara.



“ Oh, begitu ya, bu” jawab Damar sambil menggaruk-garuk kepala.

“ Kalau kamu mau tau lebih lanjut tentang writer’s block. Aku punya teman dari Subang, namanya Bu Ditta. Kebetulan di acara diklat ini, Bu Ditta sekamar dengan aku. Sebentar ya, aku ajak Bu Ditta dulu untuk ngobrol di teras bareng-bareng” ucap Bu Rara

Sambil menunggu Bu Rara dan Bu Ditta, Damar pun menikmati kopi yang diseduhnya dan sesekali memakan cireng dan ubi cilembu.

“ Pak Damar, kenalkan ini temanku namanya Bu Ditta “ ucap Bu Rara.

“ Assalamualaikum, Pak Damar. Saya Ditta dari Subang” ucap Bu Ditta.

“Wassalamualaikum. Salam kenal, Bu Ditta. Saya Damar Jagad, peserta diklat kepenulisan dari Bekasi” ucap Damar memperkanalkan diri.

“ Kata Bu Rara, Pak Damar sedang mengalami writer’s block ya?” tanya Bu Ditta.

“ Betul, bu. Dari tadi saya menulis, tapi tidak ada satu pun jejak kata yang tertinggal di layar laptop saya. Kalau boleh tahu, writer’s blog disebabkan oleh apa sih bu?” tanya Damar ingin tahu.

“ Ada beberapa penyebab writer’s blog.  Pertama, karena penulis mencoba metode/topik baru dalam menulis. Misalnya ketika Pak Damar yang suka menulis puisi kemudian tiba-tiba diminta menulis artikel. Bila Pak Damar tidak cepat beradaptasi maka akan mudah terserang writer’s blog atau WB. Kedua karena stress dan ketiga karena lelah fisik atau mental. Kemudian yang terakhir karena terlalu perfeksionis” jawab Bu Ditta dengan cermat.

“ Terus, bagaimana cara mengobatinya, Bu?” tanya Damar penasaran.

“ Jawabanya akan berkaitan dengan faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga. Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi yang menyenangkan. “ jawab Bu Ditta yang menjelaskan dengan detail.

“ Lalu, bagaimana dengan pemecahan masalah WB karena terlalu perfeksionis?” tanya Damar yang semakin tertarik dengan penjelasan Bu Ditta.

“ Di kala SMP dan SMA saya pernah menulis diary berbahasa Inggris dengan grammar yang berantakan. Tapi saya tidak memikirkan hal tersebut hingga akhirnya saya memiliki buku diary tentang kisah saya sewaktu sekolah menengah. Bila saat itu saya terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisan saya sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dsb ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas. Makanya, Pak Damar harus mencoba menulis bebas. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?” ucap Bu Ditta menjelaskan kepada Damar.

“Wah, sepertinya saya pernah mendengan ucapan menulis yang buruk lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai dari redaktur kompas, A.S Laksana” ucap Damar yang kembali tersenyum karena menemukan solusi dari permasalahannya.

Bu Rara yang dari tadi menyimak keasikan obrolan Pak Damar dan Bu Ditta akhirnya ikut bersuara untuk memberikan pertanyaan.

“ Bu Ditta, di awal menjadi penulis memang tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai. Namun, bagaimana tips agar tulisan kita bermutu?” tanya Bu Rara.

“ Tipsnya adalah practice makes perfect  dan perbanyak membaca terkait dengan apa yang akan kita tulis. Misal jika Bu Rara senang menulis puisi, maka mari membaca karya karya sastrawan terkemuka. Bila senang cerpen, mari perbanyak baca cerpen yang berhasil dimuat di media massa atau karya cerpenis populer. Membacanya harus seperti kacang goreng. Dinikmati, diresapi kata-katanya, kenali diksi yang digunakan, dsb. Bukankah makan kacang goreng lebih nikmat bila perlahan, bukan sekaligus? “ jawab Bu Ditta sambil tersenyum.

“ Wah, keren sekali jawabanya bu! Kalau boleh tahu, Apakah bu Ditta pernah mengalami kesulitan ketika menulis dan bagaimana cara mengatasinya? “ tanya Damar yang tidak mau kalah bertanya.

“ Yang paling sulit saat menulis menurut saya adalah percaya dengan tulisan sendiri. Terkadang kita baru percaya tulisan kita baik, ketika ada orang yang berkomentar baik. Kita terlalu khawatir dengan penilaian orang lain, padahal sejatinya tak pernah ada manusia yang sempurna. Adapun cara mengatasinya adalah dengan mengingat niat awal kita menulis, mengingat kembali masa masa dimana kita menikmati proses menulis itu sendiri dan juga berdoa ” jawab bu Ditta dengan detail.

“Wah! Ternyata kesulitan dalam menulis memang dialami setiap penulis” celetuk Damar.

“ Betul Pak! Mark Twain pernah berkata bahwa rahasia untuk maju adalah memulai. Rahasia untuk memulai adalah memecah tugas-tugas rumit Anda yang luar biasa menjadi tugas-tugas kecil yang dapat dikelola, dan kemudian memulai dari yang pertama” ucap Bu Ditta memberikan petuah pada Pak Damar.

Dan malam pun semakin larut, orang-orang yang ada di teras villa mulai masuk ke kamar masing-masing. Bu Rara dan Bu Ditta juga beranjak ke kamar karena udara malam yang dingin disertai hembusan angin yang bertiup di atas bukit.

Damar pun menutup laptopnya dan membereskan kopi dan camilan. Ia berniat untuk membuka kembali laptopnya di kala  subuh sambil menikmati udara segar di villa yang terletak di lereng gunung Panderman,. Ia berharap setelah bangun tidur rasa lelahnya akan hilang berganti semangat menulis yang membara.






 

 

 

 

Komentar

  1. Wah keren, resumenya dibuat cerpen! Lanjutken...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tadi dapat ide karena narasumbernya dari Subang, jadi pengen bikin cerita yang settingnya pegunungan bu. hehehe

      Hapus
  2. Saya suka gaya penyampaianya dalam bentuk dialog, dan saya talin Penulisnya sering menulis ceritera.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pak, semakin banyak genre semakin banyak pilihan pembaca untuk menikmati resume yang ada.

      Hapus
  3. Hadir pak dari Sumenep. Kerren sekali pak semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama sama pak, salam dari jamaah masjid pesantren jalan pendekar kepanjin.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Bu Deasy juga bagus tulisannya, paket komplit.

      Hapus
  5. Dibawah bendera literasi, sepertinya produk awalnya adalah antologi cerpen, keren pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bu, sebenarnya awal produknya adalah hasil essay anak-anak murid saya kelas 2 SMP.

      Hapus
  6. Pak Afif selalu waaw dg cerpennya👍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer