Mantra Ketujuh Belas Bagi Penulis Pemula, Menulis Puisi

 

Judul                : Mantra Ketujuh Belas Bagi Penulis Pemula, Menulis Puisi

Resume Ke      : 17

Gelombang      : 28

Tanggal            : 15 Februari 2023

Tema                : Menulis Puisi

Narasumber     : Dr. Hj. E. Hasanah, M.Pd.

Moderator        : Sim Chung Wei, S.P.

 


Bagaimana kau hendak menulis puisi dengan apa?
Huruf-huruf dan kata-kata telah aus
Digunakan terus menerus
Oleh tikus-tikus yang rakus
Meruapkan bau kakus

Bagaimana kau hendak menulis dengan apa?
Orang-orang tak bersukma
Yang nuraninya matirasa
Terus menerus mempergunkannya
Untuk menyembunyikan borok mereka

Bertapa sajalah
Seperti rumput
Bersama rumput
Siapa tahu esok pagi
Burung-burung bersedia lagi
Mengajari menyanyi
Sementara kalian berbagi
Embun pagi

(“Bagaimana”, K.H A. Mustofa Bisri)

 

Pohon-pohon bergeliat menari-nari mengikuti simfoni angin yang menerpa. Langit begitu cerah secerah mata ketika melihat tanggal muda. Senja belum tiba, tetapi kelelawar malam mulai mengelilingi atap gazebo tempat pertemuan Komunitas Sastra Aksara. Telapak kaki yang melangkah ke gazebo pelan-pelan mulai memadati area diskusi.

“Jadi, apa yang akan dibahas dalam pertemuan sore ini?” tanya Ziya lembut pada Damar.



Damar pun mengatur napas, karena baru saja ia memarkirkan motornya di pinggir gazebo dan berjalan ke arah tempat diskusi. Ia pun menjawab, “ Tema sore ini adalah puisi, sobat. Kita akan mengenal seluk beluk puisi dari narasumber yang sudah diundang jauh-jauh dari Sukabumi.”

Ziya mengangguk-angguk sambil memperhatikan buku yang ada di tangan Damar. “Kuharap kau membawa buku kumpulan puisi dari penyair idolamu, jadi nanti bisa sekalian tampil membaca puisi di kala diskusi.”

“Kenapa aku harus baca puisi?” tanya Damar , tampak sedikit tidak nyaman.

“Karena kebanyakan dari peserta pasti malu-malu untuk membaca puisi, biar acaranya seru,” ujar Ziya sambil tersenyum sampai kelihatan gigi gingsulnya.

***

Kegiatan Komunitas Sastra Aksara dimulai moderator, Sim Chung Wei, dengan doa. kemudian moderator itu memancing peserta untuk membaca puisi. Lalu, Damar pun maju ke depan membacakan puisi K.H A.Mustofa Bisri yang berjudul Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana.

 

Kau ini bagaimana..

Aku kau suruh jujur

Aku jujur kau tipu aku

 

Kau suruh aku sabar

Aku sabar kau injak tengkukku

 

Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku

Sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu

 

Kau bilang kau selalu memikirkanku

Aku sapa saja kau merasa terganggu

 

Kau ini bagaimana..

Kau bilang bicaralah

Aku bicara kau bilang aku ceriwis

 

Kau bilang kritiklah

Aku kritik kau marah

 

Kau bilang carikan alternatifnya

Aku kasih alternative kau bilang jangan mendikte saja

 

Kau ini bagaimana

Aku bilang terserah kau

Kau tak mau

 

Aku bilang terserah kita

Kau tak suka

 

Aku bilang terserah aku

Kau memakiku

 

Kau ini bagaimana

Atau aku harus bagaimana

 

 

Angin berhembus lembut ketika Damar membaca puisi seakan kelembutannya menembus sukma untuk menyentuh jiwa terdalam manusia. Burung-burung gereja pun ikut terdiam ketika mendengar suara Damar membaca bait demi bait. Kemudian selepas Damar selesai membaca, seorang yang memakai kerudung hijau toska dan mengenakan kacamata memberikan tepuk tangan dan diikuti gemuruh tepuk tangan peserta lainnya.

“Saya sangat menikmati setiap detik dalam pembacaan puisi Mas Damar,” ucap perempuan berkerudung hijau toska tadi.

“Saya tidak tahu harus bilang apa,” kata Damar pelan.

“Omong-omong,” ucap moderator semangat. “Kita mulai saja acara diskusi puisi di sore ini, karena Bu Dr. Hj. E. Hasanah, M.Pd. selaku narasumber sudah berada di tengah-tengah kita semua. Semoga dalam diskusi ini kita bisa menyerap ilmu sebanyak-banyaknya tentang puisi dari beliau.”

Bu Hasanah tersenyum kepada seluruh peserta, kemudian ia pun memulai diskusi.” Satu-satunya cara untuk bisa menulis puisi adalah menulis puisi itu. Dedikasikan waktu kalian untuk memulai menulis puisi karena tanpa aksi nyata menulis puisi, pemikiran dan konsep hanyalah sia-sia.”

“Saya sudah membagikan link materi puisi ini di group whatsapp, silahkan cermati dahulu sebelum saya membahas puisi lebih lanjut,” instruksi si narasumber.

Berikut ini adalah isi presentasi yang dituangkan di Canva oleh narasumber:

Sesuai KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sedangkan menurut HB Jassin, puisi adalah suatu karya sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan atau pikiran serta tanggapan terhadap suatu hal atau kejadian tertentu.

Karya sastra puisi itu terikat oleh rima, irama, matra, larik, dan bait.Rima, adalah bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata untuk memperindah puisi dan menggambarkan perasaan penulisnya. Lalu Irama adalah pengulangan bunyi yang biasanya tersusun rapi dalam sebuah puisi. Adapun matra adalah ukuran banyaknya tekanan irama. Kemudian larik adalah baris dalam puisi, bisa satu kata, bisa frase, bisa pula sebuah kalimat. Sedangkan bait adalah bagian dari teks berirama yang terdiri dari beberapa baris yang tersusun harmonis, menyerupai pengertian paragraf dalam sastra atau tulisan bebas. Pengertian lain, bait ialah satu kesatuan dalam puisi yang terdiri atas beberapa baris atau larik.

 

Jenis Puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi lama dan puisi baru. Puisi lama adalah puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan yaitu jumlah kata dalam 1 baris, jumlah baris dalam 1 bait, persajakan (rima), banyak suku kata di tiap baris. Ciri-ciri puisi ini tidak diketahui nama pengarangnya, penyampaian dari muluti ke mulut yang merupakan sasra lisan, dan sangat terikat akan aturan misalnya jumlah baris ditiap bait. Contohnya adalah mantra, pantun, seloka, dan talibun.

Sedangkan puisi baru adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan yang mana bentuknya lebih bebas dari pada puisi lama dalam segi jumlah baris, suku, kata, maupun rima. Ciri-ciri puisi baru adalah memiliki bentuk yang rapi dan simetris (sama), persajakan akhir yang teratur, menggunakan pola sajak pantun, dan syair walaupun dengan pola yang lain, serta sebagian besar puisi empat seuntai (baris). Contohnya adalah balada, himne, ode, epigram, romansa, elegi, dan satire.

 

“Materi yang menarik,” Damar mengakui. “ Saya benar-benar perlu belajar membuat puisi agar ada lompatan pengetahuan yang saya miliki dalam merajut aksara penuh makna dalam puisi.”

“Ya, anda benar,” tegas Narasumber.”Memang dibutuhkan antusiasme untuk memulai hal baru,” ucap Bu Hasanah dengan suara lembutnya.

“Saya benar-benar bahagia bisa berkumpul di sini bersama dengan calon-calon penyair muda maupun tua. Anda tahu, banyak orang yang ingin menjadi penyair, tapi hanya sebatas ingin. Mereka tidak sadar bahwa keinginan saja tidak cukup untuk mengantarkan menjadi penyair. Oleh karena itu, perhatikanlah penjelasan saya tentang cara menulis puisi,” ujar narasumber menyemangati peserta diskusi.

“Cara membuat puisi, yang pertama adalah menentukan tema dan judul puisi. Judul puisi harus menyatakan keseluruhan isi puisi yang dibuat. Pastikan judul terdiri dari beberapa kata yang jelas dan padat. Dengan begitu, seseorang yang melihat judul puisi milik Anda akan langsung tertarik untuk membaca puisi tersebut,” ucap narasumber menjelaskan cara pertama.

“Kedua, Rangkai puisi dengan diksi dan rima yang tepat. Catat beberapa diksi yang akan digunakan, lalu mulailah untuk merangkai kata di dalam puisi. Selain itu, penulis harus menentukan rima yang tepat, sebab ini merupakan ciri khas yang dimiliki oleh puisi,” jelas Bu Hasanah.

Bu Hasanah meneguk air dari botol minum sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang cara membuat puisi.

“Jika sudah menemukan diksi dan rima yang tepat, maka saatnya memasukkan unsur majas dalam puisi tersebut. Kemudian tentukan bait yang akan digunakan. Lalu, gunakanlah imajinasi untuk mengembangkan puisi,” kata narasumber menjelaskan lanjutan cara membuat puisi.

Narasumber memberikan kode pada moderator untuk membuka sesi tanya jawab. Kemudian salah satu peserta ada yang mengangkat tangannya.

“Saya Elok Dewi ingin  menanyakan tentang cara membuat puisi yang penuh diksi dan majas, karena ketika saya membuat puisi terasa datar ?” tanya Elok dengan santun.

“ Terimakasih atas pertanyaanya, jika Bu Elok ingin membuat puisi penuh diksi dan majas, kumpulkan dulu diksinya dengan membuka kamus diksi. Perhatikan irama atau bunyi diksinya. Narasumber terkadang memilih kata yang sulit dipahami pembaca. Atau bisa juga dengan menggunakan diksi yang sering digunakan penyair, lalu mengembangkan puisinya,” jawab Narasumber.

Sesi diskusi pun berlangsung dengan gayeng karena narasumber memberikan kesempatan pada peserta lain untuk memberikan tanggapan, sehingga sumber informasi tidak hanya terpusat pada narasumber.

Tanpa terasa, senja telah menggeliat untuk pelan-pelan menelan sang surya. Birunya langit berlukiskan awan putih mulai berubah menjadi lukisan senja nan indah mempesona. Moderator pun menutup kegiatan Komunitas Sastra Aksara dengan doa, berharap para peserta bisa menyerap ilmu yang diberikan narasumber dan bisa mulai merajut aksara menjadi bait-bait yang indah mempesona sarat akan makna.

 

 

Komentar

Postingan Populer