Mantra Kesembilan Bagi Penulis Pemula, Menulis itu Mudah

 

Judul                : Mantra Kesembilan Bagi Penulis Pemula, Menulis itu Mudah

Resume Ke      : 9

Gelombang      : 28

Tanggal            : 27 Januari 2023

Tema                : Menulis Itu Mudah

Narasumber     : Prof. Dr. Ngainun Naim, M.H.I

Moderator        : Lely Suryani, S.Pd. Sd.

 



Lautan santri dengan berbaju koko dan sarung memenuhi jalanan depan Pesantren Bustanul Ulum yang terletak di pesisir laut jawa di Trangkil, Kota Pati. Penjual batagor, martabak, maupun es campur menjajakan makanan di pinggir-pinggir jalan yang penuh dengan pembeli para santri. Beberapa santri asyik mengobrol ketika berjalan sambil membawa kita Fathul Qorib dan Tafsir Jalalain. Sesampainya di pintu gerbang pesantren, mereka berhenti sejenak di pojok baca pesantren yang berisi etalase kaca di mana terdapat koran yang di pasang melebar di dalamnya. Santri-santri itu pun, berdesakan untuk membaca berita yang mereka suka. Ada berita bola, berita lokal, maupun berita internasional.



Damar jagad, yang sedang menjenguk keponakannya di pesantren pun ikut membaca koran tersebut sambil menunggu keponakannya dari kamar Al Azhar. Ia membaca kolom olahraga hasil pertandingan antara Liverpool dan manchester City yang berakhir dengan skor 1-0.

“Assalamualaikum, Pak Lek Damar! Maaf Pak Lik, tadi saya agak lama karena sandal jepit saya dipinjam teman.” ucap Zidan sambil tersenyum dan mencium tangan.

“ Iya, tidak apa-apa. Bagaimana kabarmu Zidan?” tanya Damar.

“Alhamdulillah, Baik. Pak Lek sedang baca berita apa?” tanya Zidan.

“Baca berita bola liga Inggris, Liverpool lawan Manchester City. Kalau Zidan biasanya suka baca rubrik apa di koran ini?” tanya Damar.

“ Saya suka baca opini ataupun gagasan pembaca. Oh iya, kemarin kan saya mengirim gagasan di koran ini. Wah, dimuat tidak ya?” ucap Zidan.

Zidan pun mencari rubrik Gagasan yang ada di Koran Jawa Pos. Namun, bukan gagasan miliknya yang dimuat. Melainkan gagasan milik Mahalli, santri dari Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep. Ia pun sedih karena gagasan yang ditulisnya tidak dimuat di koran.

Damar yang merasa iba melihat keponakannya bersedih memiliki ide untuk mengajak Zidan melihat Haul K.H Ahmad Mutamakkin di Kajen dan mengikuti seminar. Karena memang jadwal Damar setelah menengok keponakannya mau mengikuti seminar di Institut Pesantren Miftahul Ulum. Akhirnya Damar pun meminta izin kepada pengasuh pesantren untuk mengajak Zidan ke Kajen. Damar membonceng keponakannya dengan sepeda motor, mereka berdua pun melaju ke kajen sambil menikmati keindahan gurung Muria dan sawah yang ada di kiri kanan jalan.



Sesampai di Kajen, Damar dan Zidan menyempatkan untuk berziarah ke makam atau Maqbaroh K.H Ahmad Mutamakkin. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju Institut Pesantren Miftahul Ulum. Suasana di acara haul sangat ramai, para santri dengan wajah berseri memenuhi jalan sambil membawa kitab kuning untuk mengaji. Ada pula yang membawa  Al-qur’an kecil  untuk dihafalkan di masjid Kajen maupun di pondok. Beberapa santri juga terlihat hilir mudik membawa jajanan bakso bakar, batagor, pentol yang dibeli bersama santri lainnya.  Dan akhirnya sampailah Damar dan Zidan ke Aula tempat diadakannya seminar. Tampak satir di tengah aula yang memisahkan santriwan dan santriwati. Damar dan Zidan pun melakukan registrasi dan  mereka beruntung karena bisa mendapat tampat duduk di depan. Sambil menunggu seminar mereka memakan kotak makan yang disediakan panitia yang berisi air putih dan makanan ringan berupa risol, lemper, tahu isi dan arem-arem atau lontong berisi sambal goreng hati dan kentang.



Acara dimulai dengan penampilan group sholawat dari Pesantren Miftahul Ulum. Setelah itu, para pengasuh pesantren memberikan sambutan dan dilanjutkan ke acara utama, yaitu seminar kepenulisan dengan tema Writing is Easy.

Ibu Ustazah Lely Suryani, yang bertindak sebagai moderator memulai acara dengan mengenalkan pemateri yang berasal dari Jawa Timur. Beliau adalah Profesor. Dr. Ngalamin Naim, M.H.I, seorang ulama atau kiai alumnus Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang dan Guru Besar Bidang Ilmu Metodologi Islam yang telah menerbitkan puluhan buku dan ratusan artikel dan sekarang mengajar di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.

Profesor Naim memulai seminar kepenulisan dengan menjelaskan kepada para peserta seminar untuk bisa menulis diperlukan satu cara yaitu dengan menulis itu sendiri. Kemudian beliau menjelaskan empat kunci menulis yang mudah.

Melihat Profesor Naim sudah mulai memberikan penjelasan, Damar pun cepat-cepat menghabiskan risol dan meminum air putih. Ia tidak mau ketinggalan mendengarkan informasi dari guru besar yang mengenyam pendidikan magister di Universitas Islam Malang.

“Kunci pertama menulis itu mudah adalah dengan mulai menulis dengan hal-hal sederhana yang kita alami seperti pengalaman sehari-hari.Tulis saja, apa yang kita alami sehari-hari dan jangan takut salah atau jelek! Takutlah jika tidak menulis! Jika kunci satu ini dijalankan, maka menulis akan mudah.” ucap Prof Naim.

Mendengar penjelasan itu, Zidan yang membawa buku catatan kecil kemudian mencatat di bukunya. Kemudian Profesor yang menempuh pendidikan doktoralnya di UIN Sunan Kalijaga Jogja ini melanjutkan lagi dengan kunci kedua.

“Kunci Kedua, Jangan menulis sambil dibaca lalu diedit. Karena itu akan menajdi hambatan psikologis dalam menuangkan pikiran. Nulis itu ya nulis. Keluarkan saja apa yang ada dalam pikiran secara bebas. Nah, selesai menulis atau karena sudah habis yang mau ditulis, tinggalkan dulu. Simpan di komputer. Jangan dibaca dulu. Cari suasana psikologis yang berbeda. Istilahnya ENDAPKAN DULU. Jika kita misalnya menulisnya pagi, maka saat sore baru dibaca. Cermati kalimat demi kalimat. Tambahkan ide yang ada jika memang perlu ditambah. Jika ada typo, perbaiki.” Ucap Prof Naim menjelaskan kunci kedua.

Disamping hal ini, beliau juga menambahkan bahwa sebelum mengunggah ke blog atau Kompasiana, beliau selalu membaca ulang tulisannya. Bisa sekali atau dua kali. Prinsip beliau sederhana: meminimalkan hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Hal ini dikarenakan tulisan adalah jejak penulis. Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa ada kalanya Prof Naim menulis tema yang berat untuk kepentingan akademik seorang guru besar. Lalu ada kalanya menulis tema yang ringan untuk kepentingan publik karena beliau menyukai menulis apa pun.

Baru mendengar dua kunci, Zidan sangat tertarik dengan Prof Naim. Ia pun bertanya pada pamannya.

“ Pak Lik, sepertinya aku ingin bercita-cita menjadi penulis seperti Profesor Naim” ucap Zidan.

“Nah, bagus itu! Mulai sekarang kamu harus rajin menulis ya!” ucap Damar.

Profesor Naim pun melanjutkan kunci ketiga tentang menulis itu mudah.

“Kunci Ketiga, tulislah tentang perjalanan. Karena tulisan ini sangat mudah di buat. Kita semua sangat sering melakukan perjalanan. Jika bapak-ibu, santriwan-santriwati sedang rekreasi, tulis saja hal-hal yang  dialami.” ucap Prof Naim sambil menampilkan tulisannya di layar projektor tentang perjalanannya di Bukittinggi.

Selanjutnya, Prof Naim menjelaskan kunci terakhir.

“ Baik, saya akan berikan satu lagi kunci menulis yang membuat menulis menjadi mudah, yaitu MENULIS SECARA NGEMIL. Sedikit demi sedikit. Saya nyaris setiap hari menulis beberapa jenis tulisan. Tidak banyak. Untuk blog atau Kompasiana, saya menarget 3-5 paragraf. Untuk artikel jurnal, saya menarget 1 paragraf. Itu target minimal. Itu yang saya perjuangkan. Pagi saya menulis artikel jurnal 1 paragraf. Sampai di kantor saya menulis untuk blog. Saya kira 4 hal itu saja yang saya sampaikan. Itu mudah untuk dipraktikkan. Kalau jenis tulisan ilmiah, beda lagi.“ ucap Prof Naim menjelaskan kunci terakhir tentang menulis itu mudah sambil tertawa kecil tanpa mengurangi wibawanya.

Bu Lely yang bertindak sebagai moderator, melanjutkan acara dengan sesi tanya jawab. Beliau pun mempersilahkan bagi para peserta untuk bertanya.

“Assalamualikum, Saya Zidan dari Pesantren Bustanul Ulum ingin menanyakan tentang pernyataan menulislah hal-hal sederhana. Ini pernyataan yang keren dari Pak Yai Profesor Naim di siang ini. Pertanyaannya adalah bagaimana cara untuk mengatasi hal-hal seperti kesulitan memulai menulis pada alinea awal. Sudah ada gagasan dalam kepala tetapi tidak tahu bagaimana menulisnya. Hal ini terjadi di awal-awal sebelum menulis pargaraf pertama dalam tulisan” tanya Zidan.

“Waalaikumsalam, Terima kasih atas pertanyaanya. Kesulitan itu biasanya karena persoalan psikologis. Takut jelek, takut salah, dan seterusnya. Itu harus dilawan. Caranya pokoknya ya ditulis. Bisa dilihat dari blog saya. Saya selalu mengawali tulisan dengan prolog sederhana. Ini sebagai pintu masuk untuk paragraf demi paragraf berikutnya. Kata salah seorang penulis: cara melawan kesulitan adalah dengan melakukan.” jawab Prof Naim.

Bu Lily kemudian melanjutkan sesi tanya jawab dan memberikan kesempatan bertanya kepada peserta seminar yang mengangkat tangan.

“ Assalamualaikum Prof, Saya Teguh dari Pesantren Salafiyah. Jika menyimak paparan prof. Sepertinya menulis itu memang mudah. Namun sering kali, kita terjebak dengan ego kita.. masa tulisan yang diangkat  cuma kayak gitu..bagaimana menyikapi hal ini prof?” tanya Teguh.

“Waalaikumsalam, Lawan terbesar penulis adalah diri sendiri. Itu butuh perjuangan. Saya juga mengalaminya. Seiring perjalanan waktu, saya mengabaikan itu. Pokoknya saya menulis saja. Kualitas itu akan meningkat seiring dengan banyaknya karya yang kita hasilkan. Tentu juga harus belajar tanpa henti. Saya sampai sekarang masih terus belajar, mencari informasi, menonton YouTube, membaca, dan terus menulis. Jadi teruslah menulis. Bagaimana kualitas bisa meningkat jika berhenti menulis? “ jawab Prof Naim dengan tegas.

 


 


Selanjutnya, Bu Lily mempersilahkan penanya ketiga untuk bertanya.

“ Assalamu'alaikum. Saya Rahmat dari Pesantren Al-Amin. Ijin bertanya Prof. Ditengah kesibukan Prof Naim masih bisa enjoy dan membagi waktunya walau dalam perjalanan masih bisa menghasilkan sebuah karya dan cerita yang bagus. Apakah ada hal yang bisa kami lakukan sebagai penulis pemula agar bisa rilek menulis. Terkadang konsentrasi buyar disaat asik menulis karena tiba-tiba ada gangguan datang tiba-tiba. Kedua, kami masih sulit membagi waktu. Terkadang butuh suasana sepi ide saya baru muncul dengan natural. Terima kasih” tanya Rahmat.

“Waalaikumsalam. Saya berusaha menikmati semua yang saya kerjakan. Kesibukan itu bukan hambatan menulis. Kuncinya komitmen yang dijalankan dengan riang gembira. Jika ada orang beralasan sibuk lalu tidak menulis, saya hampir yakin ketika banyak waktu luang pun juga tetap tidak menulis. Konsentrasi itu soal latihan. Sebaiknya memang ketika menulis, HP dimatikan. Itu gangguan terbesar. Jadi fokuslah dan teruslah berlatih.” Jawab prof Naim.

Sesi tanya jawab terus berlanjut, dengan dipandu oleh Bu Lely sebagai moderator. Profesor Naim yang juga merupakan kiai dengan sabar menjawab satu persatu pertanyaan sampai watu seminar selesai.

Di akhir pertemuan Damar mengantarkan Zidan untuk bertemu narasumber. Zidan sangat senang karena setelah selesai bertanya, panitia memberikan buku The Power of Writing yang ditulis oleh Profesor Naim. Ia pun mencium tangan Prof Naim dan meminta tanda tangan di bukunya. Kemudian setelah itu, Zidan bertambah senang karena didoakan Sang Kiai Profesor untuk bisa menjadi penulis yang bisa memberikan manfaat bagi manusia.

“Zidan, Saya doakan semoga kamu bisa meraih mimpi untuk menjadi penulis hebat. Oleh karena itu, rajinlah membaca dan menulis. Manfaatkan waktumu di pondok dengan baik. Ingatlah pepatah Sopo sing tekun bakal tekan senajan ngango teken! Siapa yang tekun pasti akan sampai walaupun memakai tongkat!” pesan Profesor Naim kepada Zidan.




Komentar

  1. ben ono ambu-ambune guyangan. hehehe

    BalasHapus
  2. Resume yg bagus Pak,, Yg mengajak Qita sbg pemula tdk perlu takut utk menulis, menginspirasi sekali. Semangat utk kita pak. Salam kenal Pak. Mampir² ke Blog saya ya pak. Terima kasih. 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamudlilah, tadi sudah berkunjung bu! Lengkap sekali resumnya.

      Hapus
  3. Enak dibaca, ceritanya mengalir, sehingga tidak bosan membaca, tenggelam dalam cerita. Mantap

    BalasHapus
  4. Mantull pak..diajak keliling pondok sambil belajar menulis..👍

    BalasHapus
  5. Masya Allah....luar biasa....keren banget Pak..

    BalasHapus
  6. Masya Allah tabarokallah ungkapan yang dalam mengalir tanpa batas bagaikan air sungai tenang tapi pasti, kalimat berbalut puisi dan sastra menghiasiasi dengan afik terpesona dengan sosok prof dan moderator yang cantik mantap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Kang. Semoga bisa bertemu nanti di Temu Penulis

      Hapus
  7. Menarik. Gaya menulis resume yang "beda".👍👍👍

    BalasHapus
  8. Keren.
    Sepertinya penggemar pak Afandi sudah banyak nih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer